MAKALAH PENENTUAN HARGA POKOK
PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Biaya
Di
susun oleh:
Ahmad
Dwi Amrullah
Enggar
Bagus Panuntun
Eviana
Warella
Rhagita
Jayanti
Risantika
Rismaya
Fakultas Ilmu Teknologi dan Bisnis
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pokok suatu
perusahaan manufaktur. Kegiatan produsi bertujuan untuk menghasilkan suatu
produk yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga memberi kontribusi berupa
pendapatan atas penjualan produk hasil produksi tersebut bagi perusahaan. Dalam
kegiatan produksi akan terjadi tahap pengolahan dalam proses hingga bahan baku
dapat didefinisikan secara spesifik kepada produk akhir atau disebut titik
pisah (split of point). Penentuan harga pokok
produk bersama dan produk sampingan tidak memerlukan metode penggolongan
dan biaya secara spesifik. Proses produksi yang dilakukan secara bersama-sama
akan menimbulkan biaya bersama serta produk bersama. Untuk menghitung harga
pokok masing-masing produk yang dhasilkan diperlukan metode untuk memisahkan
harga pokok masing-masing produk
.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas lebih
lanjut dalam paper ini yaitu sesuai dengam latar belakang diatas bahwa topik
pembahasan adalah metode apa yang digunakan dalam menghitung masing-masing
produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama. Secara khusus pokok
permasalahan dalam paper ini adalah metode apa yang digunakan untuk menghitung
harga pokok produksi Bersama dan Produk
Sampingan dan bagaimana akuntansi ataupun perhitungan untuk produk bersama dan
sampingan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin didapatkan melalui
penulisan paper ini adalah :
a.
Mengetahui pengertian dari produk Bersama dan Produk Sampingan
b.
Mengetahui dan memahami metode yang digunakan dalam penghitungan harga
pokok produksi Bersama dan Produk Sampingan.
c. Serta
untuk mengetahui cara perhitungannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
BIAYA BERSAMA
Biaya bersama dapat diartikan sebagai biaya overhead bersama
(joint overhead cost) yang harusdialokasikan ke berbagai departemen, baik dalam
kegiatan produksinya berdasarkan pesananmaupun yang kegiatan produksinya
dilakukan secara massa. Biaya produk bersama (joint product cost) adalah biaya
yang dikeluarkan sejak saat mula-mulabahan baku diolah sampai dengan saat
berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biayaproduk bersama ini
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead
pabrik.Penertian pertama biaya bersama tersebut di atas disebut biaya bergabung
(common cost),sedangkan penertian kedua disebut biaya bersama . Biaya bergabung
adalah biaya- biaya untuk memproduksi dua atau lebih produk yang terpisah
(tidak diolah bersama) dengan fasilitas sama pada saat yang bersamaan. Biaya
bergabung dan biaya bersama mempunyai satu perbedaan pokok yaitu bahwa biaya
bergabung dapat diikuti jejak alirannya ke berbagai produk yang terpisah
tersebutatas dasra sebab akibat, atau dengan cara menulusuri jejek penggunaan
fasilitas. Biaya bergabung tidak meliputi biaya-biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja lansung.
Di lain pihak biaya bersama tidakdapat diikuti jejek
alirannya ke berbagai macam produk yang dihasilkan dan meliputi biaya-biayabahan
baku, biaya tenaga kerja lansung,dan overhead pabrik.Biaya bersama dikeluarkan
untuk mengolah bahan baku menjadi berbagai macam produk ynagdapat berupa produk
bersama, produk sampingan dan produk sekutu. Produk bersama adalah duaproduk
atau lebih yang diproduksi secara serentak dengan serangkaian proses atau
dengan proses gabungan. Nilai jual (kuantitas kali harga jual per satuan )
masing-masing produk bersama ini relatif sama, sehingga tidak ada di antara
produk-produk yang dihasilkan tersebut dianggap sebagai produk utama ataupun
produk sampingan. Produk sampingan adalah satu produk atau lebih yang nilai
jualnya lebih tinggi. Pada umumnya pembedaan produk sampinagn dan bersama
didasarkan padanilai jual produk-produk yang dihasilkan relatif sama atau setidak-tidaknya
material jumlahnya biladibandingakan dengan seluruh pendapatan perusahaan maka
produk-produk tersebut merupakanproduk bersama.Produk sekutu adalah dua dari
kegiatan atau lebih yang diproduksi pada waktu yang bersamaan, tetapi tidak
dari kegiatan pengolahan yang sama atau bahan baku yang sama.
2. Karakteristik Produk bersama, Produk Sampingan dan Produk
Sekutu:
Produk
Bersama (Joint product)
Beberapa produk yang dihasilkan dari suatu rangkaian proses
produksi secara serentak dengan
menggunakan BBB, BTK dan BOP yang sama yang tidak dapat dilacak atau dipisahkan
pada setiap produk dan mempunyai nilai jual atau kuantitas produk relatif sama
• Produk
bersama merupakan tujuan utama kegiatan produksi.
• Harga jual produk
bersama relatif tinggi bila di bandingkan dengan produk sampingan yang
dihasilkan pada saat yang sama.
• Dalam
mengelola produk bersama tertentu, produsen tidak dapat menghindari diri untuk
menghasilkan semua jenis produk bersama, jika ingin memproduksi hanya salah
satu diantara produk bersama tersebut.
Karakteristik
Produk Sampingan:
Produk sampingan (By Product)
Suatu
produk atau lebih yang nilai jualnya relatif lebih rendah, yang di produksi
bersama dengan produk lainnya yang nilai jualnya jauh lebih tinggi.
Produk
sampingan dapat di golongkan sesuai dengan dapat tidaknya produk tersebut di
jual pada saat terpisah dari produk utama (main
product)
· Produk sampingan yang dapat dijual
setelah terpisah dari produk utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut.
· Produk sampingan yang memerlukan
pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari produk utama.
Produk Sekutu (co-product)
Dua produk
atau lebih yang diproduksi pada waktu yang bersamaan tetapi tidak dari kegiatan
pengolahan yang sama atau tidak berasal dari BB yang sama.
(Sawmill/penggergajian kayu)
3 .
AKUNTANSI PRODUK BERSAMA ( JOINT
PRODUCT)
Perusahaan
yang menghasilkan produk bersama pada umumnya menghadapi masalah pemasaran
berbagai macam produknya, karena masing-masing produk mempunyai masalah
pemasaran dan harga jual yang berbeda. Manajemen biasanya ingin mengetahui
kontribusi masing-masing produk pada pendapatan perusahan. Oleh karena itu,
perlu diketahui secara teliti biaya yang dibebankan pada masing-masing produk
sebagai dasar perhitungan harga pokok setiap produk.
Biaya
produk bersama dialokasikan ke setiap produk bersama menggunakan metode nilai
pasar, rata-rata biaya per satuan, rata-rata tertimbang dan unit kuantitatif.
A.
Metode Nilai Pasar / Nilai Jual
Relatif
Metode ini
adalah metode yang sangat populer karena dengan argumennya bahwa harga produk
merupakan manifestasi dari biaya produksinya. Metode ini mengasumsikan bahwa
setiap produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama memilki nilai jual
atau nilai pasar yang berbeda. Perbedaan nilai pasar disebabkan tingkat
pemakaian biaya yang berbeda.
Terdapat
dua metode dalam metode nilai jual relatif, yaitu:
1. Metode nilai pasar saat split-off point
Metode ini
digunakan ketika setelah split-off point
tidak ada proses produksi lanjutan dan harga jual sudah diketahui pada saat
itu. Biaya bersama (joint cost) dialokasikan ke masing-masing produk sesuai
dengan perbandingan nilai jualnya terhadap nilai jual keseluruhan produk
bersama.
Contoh :
PT “ABC”
memproduksi 3 macam produk yaitu alfa, beta dan gamma. Biaya bersama yang
dikeluarkan selama satu periode adalah sebsar Rp 20.000.000,00. Jumlah produksi
dan harga jual masing-masing produk tertera pada table berikut:
Produk
|
Jumlah unit
|
Harga unit
|
Alfa
|
5.000
|
Rp 1000
|
Beta
|
10.000
|
Rp 1500
|
Gamma
|
7.000
|
Rp 1300
|
Penyelesaian :
Produk
|
Jumlah unit
|
Harga unit
|
Nilai jual
|
Rasio
|
Alokasi
|
HPP/ unit
|
Alfa
|
5.000
|
1000
|
5.000.000
|
22,62%
|
4.524.000
|
904,8
|
Beta
|
10.000
|
800
|
8.000.000
|
36,20%
|
7.240.000
|
724
|
Gamma
|
7.000
|
1300
|
9.100.000
|
41,18%
|
8.236.000
|
1.176,5
|
Jumlah
|
|
|
22.100.000
|
100%
|
20.000.000
|
|
2. Metode nilai jual hipotesis
Apabila
suatu produk tidak bisa dijual pada saat titik pisah, maka harga tidak dapat
diketahui pada saat titik pisah. Produk tersebut memerlukan proses tambahan
sehingga harga jual tidak dapat dikethui sebelum dijual (setelah titk pisah).
Dasar yang dapat digunakan dalam mengalokasikan biaya bersama adalah harga
pasar hipotesis.
Harga
pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut
dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lanjutan setelah
pemisahan.
Contoh :
Dengan
menggunakan data perusahaan PT. ABC pada contoh soal metode nilai pasar,
diketahui biaya proses lanjutan masing-masing produk adalah sebagai berikut:
Keterangan
|
Produk Alfa
|
Produk Beta
|
Produk Gamma
|
Unit Produksi
|
5.000
|
10.000
|
7.000
|
Harga Jual/unit
|
Rp1.000
|
Rp 800
|
Rp1.300
|
Biaya Proses lanjutan/unit
|
Rp400
|
Rp 300
|
Rp500
|
Produk bersama
|
Hrg jual/ kg
|
Biaya Tmbhan
|
Nilai jualHipotesis*
|
Jmlh Prduk
|
Nilai jual
|
Rasio
|
Alokasi ** (20.000.000)
|
HPP /kg
|
Alfa
|
1.000
|
400
|
600
|
5.000
|
3.000.000
|
22,06%
|
4.412.000
|
|
Beta
|
800
|
300
|
500
|
10.000
|
5.000.000
|
36,76%
|
7.352.000
|
735,2
|
Gamma
|
1.300
|
500
|
800
|
7.000
|
5.600.000
|
41,18%
|
8.236.000
|
1.176,6
|
|
|
|
|
|
13.600.000
|
100%
|
20.000.000
|
|
*(Harga
jual – biaya tambahan)
**(rasio
x 20.000.000)
B.
Metode rata-rata biaya per satuan
Metode ini
berupaya untuk mendistribusikan total biaya produksi gabungan ke berbagai
produk atas dasar biaya per unit dan Penentuan
biaya untuk setiap produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas masing-masing
produk yang dihasilkan.
Contoh :
Suatu
perusahaan menghabiskan biaya Rp 2.000.000 untuk memproduksi 1000 liter produk
dari minyak mentah. Rata-rata biaya produksi per unit adalah Rp 2.000 (Rp
2.000.000/1000)
Produk
|
Kuantitas
|
Rata-rata biaya per
satuan
|
Alokasi biaya bersama
|
Bensin
|
350
|
Rp 2.000
|
Rp 700.000
|
Pelumas
|
250
|
Rp 2.000
|
Rp 500.000
|
Minyak Tanah
|
300
|
Rp 2.000
|
Rp 600.000
|
Solar
|
100
|
Rp 2.000
|
Rp 200.000
|
Jumlah
|
1000
|
|
Rp 2.000.000
|
C.
Metode rata-rata tertimbang
Metode
yang menggunakan bobot sebagai presentasi dari ukuran besarnya unit, kesulitan
pembuatan, waktu yang dibutuhkan dan sebagainya sebagai dasar untuk
mengalokasikan biaya bersama. Penentuan alokasi biaya bersama pada setiap
produk didasarkan atas perkalian jumlah unit produk dengan angka penimbang, dan
hasilnya digunakan sebagai dasar untuk alokasi.
Contoh :
Dari soal
pada metode kedua (metode rata-rata biaya per satuan), diketahui bobot untuk
bensin 4, pelumas 2, minyak tanah 3 dan solar 1. Alokasi biaya bersamanya
sebagai berikut :
Produk
|
Jumlah produk
|
Angka penimbang
|
Jumlah produk x angka penimbang
|
Alokasi biaya bersama(2.000.000)
|
Bensin
|
350
|
4
|
1400
|
Rp 965.517
|
Pelumas
|
250
|
2
|
500
|
Rp344.826
|
Minyak tanah
|
300
|
3
|
900
|
Rp620.689
|
Solar
|
100
|
1
|
100
|
Rp. 68.966
|
Total
|
1000
|
|
2.900
|
Rp 2.000.000
|
D.
Metode unit kuantitatif / satuan
fisik
Metode
kuantitatif berupaya mendistribusikan total biaya gabungan berdasarkan satuan
ukuran tertentu seperti kilogram, ton, liter, meter dan sebagainya.
Contoh :
Berikut
adalah data produk yang dihasilkan dari satu ton batu bara yang menghabiskan
biaya sebesar Rp 1.000.000 :
Produk
|
Kuantitas (pon)
|
Presentase (%)
|
Alokasi Biaya Bersama
|
Kokas
|
1.200
|
60%
|
Rp 600.000
|
Ter Batu Bara
|
300
|
15%
|
Rp 150.000
|
Gas
|
500
|
25%
|
Rp 250.000
|
Jumlah
|
2.000
|
100%
|
Rp 1.000.000
|
4.
Akuntansi Produk Sampingan (BY PRODUCT)
Dalam
produk sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah bagaimana memperlakukan
pendapatan penjualan produk sampingan tersebut. Pengakuan adanya produk
sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya
untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi
biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap
tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan
dengan produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang
mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan.
Metode yang hanya
melakukan pencatatan terhadap hasil penjualan produk sampingan, tanpa
menghitung harga pokok produk sampingan tersebut (metode tanpa harga pokok /
Non Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi hanya dibebankan ke
produk utama, kemudian hasil penjualan produk sampingan dicatat langsung
sebagai pendapatan / pengurang terhadap biaya-biaya produksi.
Dalam
metode ini terdapat beberapa cara perlakuan terhadap hasil penjualan produk
sampingan sebagai berikut :
a) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha.
b) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama. Dengan
demikian dalam cara ini pendapatan usaha bertambah.
c) Hasil produk sampingan diperlakukan
mengurangi harga pokok penjualan.
d) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan mengurangi total biaya produksi.
e) Nilai pasar produk sampingan dikurangkan
ke total biaya produksi (Metode Nilai Pasar / reversal Cost Method)
Metode
yang membebankan biaya-biaya produksi ke produk utama dan produk sampingan
(Metode Harga Pokok / Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi
dialokasikan baik ke produk utama maupun produk sampingan. Sedangkan harga
pokok produk sampingan ditetapkan sebesar harga beli / nilai pengganti
(Replacement Cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok tersebut di kredit
perkiraan “ Barang Dalam Proses Bahan Baku ”. Dengan demikian biaya produksi
(bahan baku) untuk produk utama berkurang.
5. Metode Tanpa Harga Pokok
Metode
tanpa harga pokok dibagi menjadi 2 macam:
Produk
sampingan dapat langsung dijual pada saat saat titik pisah (split-offpoint)
atau pengakuan atas pendapatan kotor.
Metode ini
memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini
dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu
tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan pada produk
sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam
laporan laba rugi dapat dikategorikan sebagai berikut :
Pendapatan
Penjualan Produk Sampingan Diperlakukan Sebagai Pendapatan Di Luar Usaha.
Dalam
metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi
dengan penjualan returnya dicatat pada rekening “Pendapatan Penjualan Produk
Sampingan” dan pada akhir periode
akuntansi ditutup ke rekening Rugi Laba. Rekening Penjualan Produk Sampingan
dicantumkan dalam laporan rugi laba kelompok penghasilan diluar usaha.
Metode ini
tidak mencoba menentukan harga pokok produk sampingan. Metode ini cocok
digunakan dalam perusahaan yang:
a. Nilai produk sampingannya tidak begitu
penting atau tidak dapat ditentukan
b. Penggunaan metode yang lebih teliti
memerlukan biaya yang tidak sebanding dengan manfaat yang di peroleh.
c. Saat terpisahnya produk sampingan dari produk
utama tidak begitu jelas dan pembebanan
harga pokok produk sampingan kepada produk utama tidak sebanding dengan
manfaat yang diperoleh.
Keberatan penggunaan metode ini
adalah:
a. Apabila akhir periode akuntansi terdapat
persediaan produk sampingan, maka timbul
masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan.
b. Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan
dengan biaya tidak dalam periode yang tepat.
Contoh:
Diketahui
data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut:
Unit Unit Produksi Produk Utama
|
16.200 unit
|
Unit Unit Penjualan Produk Utama
|
13.500 unit
|
Unit Unit Persediaan Awal Produk Utama
|
500
unit
|
Har Unit Jual per Unit
|
Rp. 700
|
Biay Harga produksi/unit produk utama
|
Rp 500
|
Hasi Hasil Penjualan Produk Sampingan (2.000 x Rp 300)
|
Rp Rp.
600.000
|
Beb Beban Pemasaran dan Administrasi
Produk Utama
|
Rp2 Rp
2.925.000
|
PT.
ABC
Laporan
Laba Rugi
Periode
31 Desember 2000
Penjualan produk
utama Rp
10.125.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500xRp
500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000
+
Tersedia
dijual Rp 8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 x
Rp 500) Rp 1.600.000 -
Rp 6.750.000-
Laba
Kotor Rp 3.375.000
Beban pemasaran dan
administrasi Rp 2.925.000-
Laba
operasi Rp 450.000
Pendapatan lain-lain :
Pendapatan penjualan produk
sampingan Rp 600.000+
Laba sebelum
pajak Rp 1.050.000
a) Pendapatan penjualan produk sampingan dijadikan sebagai
pendapatan lain-lain sehingga akan menambah laba operasi secara langsung.
b) Pendapatan
penjualan produk sampingan dicatat sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama.
Metode ini
merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan dari
pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk
mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi biaya bersama
seperti dalam metode pertama. Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka
laporan laba-rugi menggunakan metode ini akan tampak sebagai berikut:
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Penjualan
Rp 10.125.000
Pendapatan
penjualan produk sampingan
Rp 600.000+
Penjualan
bersih
Rp 10 725 000
Harga
Pokok Penjualan :
Persediaan
awal (500xRp 500) Rp 250.000
Total
biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia
dijual
Rp 8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 xRp 500) Rp 1.600.000 -
Rp 6.750.000-
Laba
Kotor
Rp 3.975.000
Beban
pemasaran dan administrasi
Rp 2.925.000-
Laba
operasi Rp 1.050.000
Dari
laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp 600.000 dari penjualan produk
sampingan sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total pendapatan
menjadi Rp 10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap sama.
c.) Pendapatan penjualan produk
sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan.
Dari data
perusahaan “ABC”, jika dibuat laporan laba-rugi dengan metode in maka akan
menjadi:
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Penjualan
Rp 10.125.000
Harga
Pokok Penjualan :
Persediaan
awal (500xRp 500)
Rp 250.000
Total
biaya produksi (16.200 x Rp 500)
Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp 8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 x Rp 500)
Rp 1.600.000 -
Harga pokok
penjualan
Rp 6.750.000
Pendapatan
penjualan produk sampingan
Rp 600.000 -
Rp 6.150.000 -
Laba
Kotor
Rp 3.975.000
Beban
pemasaran dan administrasi
Rp 2.925.000 -
Laba
operasi Rp 1.050.000
Dalam
kasus ini,
HPP =
Hasil produk sampingan – harga pokok penjualan
= Rp 600.000 – Rp 6.150.000
= Rp 6.150.00
(HPP sebelum dikurangkan sebesar Rp 6.750.000).
d) Pendapatan
penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total biaya produksi.
Pada
metode ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada
total biaya produksi sebesar Rp 8.100.000 sehingga menghasilkan biaya produksi
netto sebesar Rp7.500.000. Pegurangan ini menyebabkan biaya per unit rata-rata
menjadi Rp464,07 (7.500.000+250.000 : 16.700) Konsekuansinya persediaan akhir
sebesar Rp 1.600.000,00 menjadi Rp1.485.024,00
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Penjualan
Rp 10.125.000
Harga
Pokok Penjualan :
Persediaan
awal (500x500) Rp 250.000
Total
biaya produksi (16.200 x 500) Rp 8.100.000
Pendapatan
penjualan Produk Sampingan Rp 600.000-
Rp 7.500.000+
Tersedia
dijual Rp 7.750.000
Persediaan
akhir (3.200 x 464,07)
Rp 1.485.024 -
Rp 6.264.976 -
Laba
Kotor
Rp 3.860.024
Beban
pemasaran dan administrasi
Rp 2.925.000 -
Laba
operasi Rp 935.024
e.) Metode Nilai Pasar atau Reversal Cost Method.
Metode perlakuan produk sampingan ini pada dasarnya sama
dengan metode terakhir yang telah dibicarakan diatas. Ada perbedaan sedikit
diantara keduanya, yaitu kalau pada metode terakhir yang dikurangkan dari total
biaya produksi adalah pendapatan penjualan produk sampingan, sedangkan pada
metode nilai pasar ini yang di kurangkan adalah taksiran nilai pasar produk
sampingan. Metode ini mencoba menaksir biaya produk sampingan dengan titik
tolak dari nilai pasarnya
Contoh:
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Biaya
bersama Rp.
6.400.000
Taksiran
pendapatan penjualan produk sampingan
5000 Kg x Rp 80
Rp 400.000
dikurangi
dengan:
Taksiran laba bruto 15% x Rp
400.000 Rp 60.000
Taksiran biaya pemasaran 5% x Rp
400.000 Rp 20.000
Biaya pengolahan produk sampingan
saat terpisah Rp 70.000 +
Rp
150.000 -
Taksiran biaya produk saat terpisah
Rp 250.000
Taksiran
biaya tambahan setelah produk sampingan
Terpisah dari produk utama
Rp 70.000 +
Harga pokok produk sampingan Rp
320.000
Nilai
produk sampingan yang harus dikurang dari :
Biaya bersama pada saat
terpisah
Rp 250.000 -
Harga
pokok produk utama
Rp 6.150.000
Harga
pokok produk utama persatuan
Rp 153,75/ Kg
Rp 6.150.000 : 40.000 Kg
Harga
pokok produk sampingan per satuan
Rp 64/ Kg
Rp 320.000 :
5.000 Kg
Produk
sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama atau
pengakuan atas pendapatan bersih.
Dalam metode ini disadari kebutuhan untuk membebankan
sebagian biaya ke produksi sampingan. Tetapi bukan berarti mengalokasikan biaya
produk utama ke produk sampingan. Biaya pemrosesan dan pemasaran produk
sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang berbeda dengan produk
utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan didalam laporan laba-rugi
sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama. Ayat jurnal dalam metode ini
juga terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses lanjutan) terhadap
hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi juga dialokasikan
kedalam produk sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan sebelumnya.
Dalam
metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung, yaitu :
Penjualan/pendapatan
produk sampingan
Rp xxxxxx
Biaya
proses lanjutan produk sampingan
Rp xxxxxx
Biaya
pemasaran dan biaya administrasi
Rp xxxxxx +
Rp xxxxxx +
Penjualan/
Pendapatan Bersih Produk Sampingan Rp xxxxxx
Pendapatan
bersih produk sampingan inilah yang nantinya akan dimaksukkan pada perhitungan
laporan laba-rugi.
Seperti
metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua juga
bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu:
1. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar
usaha atau pendapatan lain-lain.
2. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau
pendapatan produk utama.
3. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok
penjualan.
4. Diperlakukan sebagai pengurang biaya
produksi.
7. Metode Harga Pokok
Dalam
metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama dengan produk
bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan dan
menentukan harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya yang
dialokasikan tersebut.
a.
Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Method)
Metode ini
biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk sampingannya dipakai dalam
pabrik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Harga pokok yang diperhitungkan
dalam produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti yang
berlaku dipasar. Jumlah ini kemudian dikreditkan pada rekening barang dalam
proses – biaya bahan baku, sehingga mengurangi biaya produksi produk utama.
pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga pokok
persatuan persediaan produk utama menjadi lebih rendah.
Contoh:
Diketahui
data berikut ini:
Jumlah biaya
produksi untuk 18.000 Kg produk
utama
Rp 27.000
Pendapatan
penjualan produk utama 15.000 x Rp
3,00
Rp
45.000
Biaya
pengganti produk sampingan yg digunakan dlm pengolahan produk
utama
Rp
1.800
Biaya
pemasaran dan administrasi &
umum
Rp
4.000
Persediaan
akhir produk
utama
3.000
PT.
ABC
Laporan
Laba Rugi
Periode
31 Desember 2014
Pendapatan
penjualan produk
utama Rp 45.000
Harga pokok
penjualan:
Biaya Produksi (18.000 Kg produk
utama) Rp
27.000
Dikurangi:
biaya pengganti produk
sampingan Rp
1.800 -
Rp 25.200
Dikurangi:
Persediaan akhir 3.000 Kg x (Rp 25.200 :
18.000) Rp 4.200 -
Rp 21.000
Laba
bruto
Rp 24.000
Biaya
pemasaran dan Administrasi &
Umum Rp 4.000 -
Laba bersih
sebelum PPh Rp 20.000
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Produk
Bersama ialah Biaya sejak awal proses,
meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik,yang dikeluarkan untuk mengelola beberapa jenis produk , Produk
Sampingan (By Product) adalah produk yang bernilai total relatif kecil dan
diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk
yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Contoh produk
sampingan adalah penggilingan padi yang dapat menghasilkan beras mempunyai sisa
dalam bentuk dedak. Beras merupakan produk utama sedangkan dedak produk
sampingan. Dalam Produk Bersama (Joint-Product) Perusahaan pada umumnya
menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-masing
produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda. Manajemen
biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing produk pada pendapatan
perusahan. Oleh karena itu, perlu diketahui secara teliti biaya yang dibebankan
pada masing-masing produk sebagai dasar perhitungan harga pokok setiap produk.
Manfaat
menghitung alokasi biaya dalam produk bersama adalah:
1. Menghitung harga pokok dan menentukan nilai
persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan internal dan eksternal.
2. Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.
3. Menentukan nilai persediaan jika terjadi
kerusakan terhadap nilai barang yang rusak.
4. Biaya bahan yang hancur.
5. Menetukan biaya departemen atau divisi untuk
tujuan pengukuran kinerja eksekutif.
6. Pengaturan tarif karena adanya sebagian
produk atau jasa yang diproduksi dikenakan peraturan harga.
7. Mengetahui besarnya kontribusi masing-masing
produk bersama terhadap total pendapatan perusahaan.
8. Mengetahui seluruh biaya produksi yang
dibebankan ke masing-masing produk bersama
Biaya
produk bersama dialokasikan ke setiap produk bersama menggunakan metode nilai
pasar, rata-rata biaya per satuan, rata-rata tertimbang dan unit kuantitatif .
Sedangkan,
Akuntansi/perhitungan untuk produk sampingan yaitu dengan metode yang hanya
melakukan pencatatan terhadap hasil penjualan produk sampingan, tanpa
menghitung harga pokok produk sampingan tersebut (metode tanpa harga pokok /
Non Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi hanya dibebankan ke
produk utama, kemudian hasil penjualan produk sampingan dicatat langsung
sebagai pendapatan / pengurang terhadap biaya-biaya produksi.
Dalam
metode ini terdapat beberapa cara perlakuan terhadap hasil penjualan produk
sampingan sebagai berikut :
a) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha.
b) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama.
c) Hasil produk sampingan diperlakukan
mengurangi harga pokok penjualan.
d) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan mengurangi total biaya produksi.
e) Nilai pasar produk sampingan dikurangkan
ke total biaya produksi (Metode Nilai Pasar / reversal Cost Method)
Serta
metode yang membebankan biaya-biaya produksi ke produk utama dan produk
sampingan (Metode Harga Pokok / Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya
produksi dialokasikan baik ke produk utama maupun produk sampingan. Sedangkan
harga pokok produk sampingan ditetapkan sebesar harga beli / nilai pengganti
(Replacement Cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok tersebut di kredit
perkiraan “ Barang Dalam Proses Bahan Baku ”. Dengan demikian biaya produksi
(bahan baku) untuk produk utama berkurang.
3.2
Saran
Suatu
perusahaan sebaiknya mulai mempertimbangkan suatu kebijakan didalam
perusahaannya didalam menghitung berbagai produk yang dihasilkan serta
dapat menggunakan metode
sistem Akuntansi Produk Bersama dan Akuntansi Produk Sampingan.
Karena dengan menggunakan metode-metode tersebut akan diperoleh informasi maupun data
keuangan serta harga pokok produksi yang lebih akurat, efisien dan lebih
efektif.